Beragam Kendala BP2D Pandeglang Dalam Penerapan Perda Pajak

Kasubid Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan, Bidang Perencanaan Pengelolaan Data dan Pengendalian, Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kabupaten Pandeglang, Wildan Pratama, mengaku. Untuk dapat menerapkan Perda Nomor 3 Tahun 2018, atas perubahan dari Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, masih terkendala oleh belum adanya Peraturan Bupati (Perbub).

Hal ini dikarenakan rancangan terkait Perbup itu, masih dalam tahap pembahasan di BP2D, terutama mengenai regulasi penerapan aturan perpajakan, yang tertuang dalam Perda baru tersebut. Sebab Perda yang baru disahkan tahun 2018 itu, didalamnya terdapat beberapa klosul, atau poin tentang pajak daerah, yang bisa dikatakan baru dimasukan tahun 2018 ini.

“Perda Nomor 3 Tahun 2018 ini, adalah perubahan dari Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Karena masuk katagori Perda baru, yang juga terdapat beberapa poin yang baru juga didalamnya, maka dibutuhkan Perbup-nya, sebagai regulasi penerapan aturan main dalam Perda tersebut. Sehingga untuk efektifnya, Perda Nomor 3 Tahun 2018 ini, baru bisa diterapkan di tahun 2019 mendatang,” jelas Wildan, Rabu (24/10/2018)

Dikatakan Wildan, dalam Perda itu diamanatkan sebelas jenis pajak, yang memang tidak jauh beda dengan Perda sebelumnya. Hanya saja memang, ada beberapa ketentuan yang mengatur terkait Obyek Pajak (OP) tersebut, sehingga nanti di tahun 2019 mendatang, semua OP bisa menjadi Wajib Pajak (WP).

“Dengan adanya Perda tersebut, nanti di tahun 2019 mendatang, seluruh OP akan menjadi WP. Namun tetap, hal itu kembali pada kesadaran WP itu sendiri, meskipun pajak adalah suatu kewajiban yang harus dipenuhi, dan diberikan pada pemerintah, tetap saja banyak kendala dalam pelaksanaanya, dimana kesadaran itu sendirilah salah satu kendala terbesarnya,” tegasnya.

Ditambahkannya juga, dalam penerapan Perda dilapangan, pihaknya mengaku sering mendapat kendala. Seperti halnya pihak WP yang tidak ingin membayarkan kewajibannya pada pemerintah, maupun menagih ibal balik dari pajak yang dibayarkannya itu, atau pun ngotot tidak mau membayar pajak, meskipun telah tercatat sebagai WP, dimana itu semua berawal dari tidak adanya rasa kesadaran dalam membayar pajak.

“Karakteristik WP dikita itu berbeda dengan wilayah lain, seperti ada beberapa pengelola OP yang jelas-jelas sudah menjadi WP, masih bisa ngotot tidak ingin membayar kewajibannya. Tapi karena kita harus bertindak sesuai SOP, maka kita tidak bisa langsung ambil tindakan keras kepada WP. Kita berikan dulu penyuluhan, kita undang beberapa kali, dan bila responnya kurang baik, baru kita ambil tindakan tegas,” pungkasnya.

Demikian juga diakui Kasubid Pengendalian Penyuluhan dan Penindakan BP2D Pandeglang, Deden Slamet Sobarna, mengatakan, dalam melakukan penindakan, pihaknya menunggu bila semua proses yang dilakukan sudah berjalan, dan diakuinya butuh kehati-hatian juga. Karena terkadang, asumsi WP terkait pajak tersebut beragam, disamping minimnya kesadaran WP dalam memenuhi tanggujawab sebagai WP yang memiliki OP.

“Kami di bagian Penindakan, bekerja bila semua prosedur telah dilalui. Ini juga menjadi satu kendala buat kita, ketika kita lakukan tindakan, kemudian WP memenuhi kewajibannya (membayar pajak), ini terkadang terkadang menjadi alibi untuk WP, untuk melegalkan OP-nya, meskipun belum memiliki izin prinsip. Nah disinilah ke hati-hatian kita, dalam melakukan penindakan tersebut,” tutupnya singkat. (Daday).